Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di
hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat
dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan
tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin
ketat.
Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka perlu mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia ini
merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif,
efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin kalah bersaing
dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran
yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan
proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Salah satu cara
yang dapat meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui pembelajaran di
sekolah. Pelaksanaan kegiatan di sekolah merupakan rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh aspek-aspek yang ada di sekolah.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam menciptakan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan dapat membentuk sikap,
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan manusia dalam mewujudkan kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu, pendidikan yang diberikan perlu dikelola sebaik
mungkin dengan sistem yang tepat, serta oleh tenaga-pendidik yang profesional,
mulai dari jenjang pendidikan yang paling rendah sampai ke tingkat pendidikan
yang paling tinggi. Pengelolaan tersebut bertujuan untuk memperoleh mutu yang
baik yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Usaha dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia telah banyak dilakukan. Hal ini
terlihat dari berbagai inovasi yang telah dilakukan seperti penyempurnaan
kurikulum dari tahun ke tahun, pembenahan manajemen sekolah, pemberian kesempatan kepada pegawai untuk
mengikuti pelatihan-pelatihan,kegiatan-kegiatan ekstra di sekolah dan sekarang
ini penerapan pendidikan karakter di sekolah-sekolah. Walaupun demikian, usaha
tersebut hingga saat ini belum mampu memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
Dalam kegiatan pembelajaran disekolah, para pendidik
dihadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa
yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa
mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru
dalam belajarnya mengalami kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh
adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dapat
menyangkut masalah psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada
akhirnya menyebabkan prestasi belajar yang dicapai berada di bawah yang
semestinya.
Guru sebagai “primadona” dalam proses belajar
mengajar dapat berpartisipasi secara
langsung dalam membantu mencegah terjadinya kasus-kasus yang tidak diinginkan.
Berbagai cara dapat ditempuh agar suatu proses belajar mengajar berhasil dengan
baik yang ditandai dengan berkurangnya masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa
dalam belajar. Seorang guru yang baik tentunya harus mampu melaksanakan tugas
dan kewajibannya dengan maksimal.
Banyak hal yang harus diperhatikan oleh seorang
guru. Antara lain, bagaimana guru mampu menempatkan dirinya sebagai pengajar
dan sebagai pendidik. Sebagai pengajar, diharapkan guru dapat mengelola
pengajarannya dengan baik. Pengajaran dapat berjalan dengan lancar apabila guru
membuat perencanaan pengajaran dengan matang.
Keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Diantaranya adalah kemampuan guru atau sekolah yang akan menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum, program bimbingan belajar yang diberikan,
dan proses pengembangan diri. Kemampuan guru tersebut terutama berkaitan
dengan pegetahuan dan kemampuan, serta tugas yang dibebankan kepadanya. Tidak
jarang kegagalan pembelajaran disebabkan oleh kurangnya pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan guru dalam memahami tugas-tugas yang harus
dilaksanakan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa berfungsinya pembelajaran
terletak pada bagaimana pelaksanaan di sekolah, khususnya di kelas dalam
kegiatan pembelajaran yang merupakan kunci keberhasilan tersebut.
Hambatan praktis yang
sering dirasakan ketika proses pembelajaran berlangsung yaitu guru dibatasi
oleh waktu, sumber, dan fasilitas. Oleh karena itu, guru harus pintar-pintar
memilih metode pembelajaran agar mampu melaksanakan tugas dengan baik. Dalam
proses pembelajaran sangat membutuhkan bahan ajar. Bahan ajar sangat menentukan
kegiatan belajar mengajar karena bahan ajar merupakan inti dalam proses
pembelajaran. Bahan ajar juga membantu peserta didik untuk meningkatkan
pemahamannya, bahkan diharapkan dapat meningkatkan kemandirian belajar.
Sumber belajar yang sesuai dengan materi
pembelajaran akan mampu meningkatkan hasil belajar. Pemanfaatan lembar kegiatan
siswa diharapkan mampu menjadikan siswa lebih semangat dan betah di dalam kelas
sehingga siswa lebih kosentrasi. Guru dituntut untuk dapat mengembangkan bahan
ajar guna berjalannya proses pembelajaran yang efektif.
Lembar Kegiatan Siswa
(LKS) merupakan alat bantu yang sudah umum dipergunakan di sekolah. Penggunaan
LKS dapat membantu siswa dalam proses belajarnya, Karen materi pelajaran yang
terdapat di LKS adalah materi yang sudah diringkas dari beberapa buku yang
relevan, sehingga memudahkan siswa untuk mempelajari materi pelajaran dan waktu
yang dipergunakan untuk belajar juga relative efektif. Pemanfaatan LKS sangatlah
praktis, sebab tidak memerlukan listrik dan harganya juga terjangkau sehingga
di daerah pelosokpun dapat memanfaatkannya.
LKS sebagai alat
bantu pembelajaran dimana di dalamnya terdapat beberapa latihan soal. Hal ini
dapat membiasakan siswa agar sering melatih berfikir sehingga secara tidak
langsung memudahkan guru dalam mengajar karena para siswa sudah bisa belajar
secara mandiri yaitu dengan cara mengerjakan soal-soal yang telah tersedia di
LKS.
Permasalahan yang
sering dihadapi guru terutama di MI Al- Kautsar dalam pemanfaatan LKS yaitu
guru harus pandai menjelaskan materi yang belum tertulis di dalam LKS. Guru
harus menyiapkan buku referensi lain yang sesuai dengan materi dan menggunakan
metode pembelajaran yang sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatan LKS.
Pembelajaran yang kurang didukung oleh sumber belajar yang memadai juga menjadi
persoalan bagi guru dan siswa. Permasalahan lain yang sering dihadapi adalah
siswa saling mencontek dalam mengerjakan LKS. Ada siswa yang tidak mengerjakan
soal-soal yang ada di LKS. Ada juga siswa yang tidak serius mengerjakan soal
yang ada di LKS.
1. Lembar
Kegiatan Siswa (LKS)
Lembar
kerja siswa adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan
siswa ( Majid, 2009: 176). Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah
untuk menyelesaikan suatu tugas, digunakan untuk mata pelajaran apa saja. Tugas
yang diberikan di LKS harus sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dicapai.
Tugas di dalam LKS tidak akan dapat dikerjakan dengan baik oleh siswa apabila tidak
dilengkapi dengan buku atau referensi. LKS merupakan salah satu bahan ajar yang
berperan penting dengan memberikan berbagai penugasan yang relevan dengan
materi yang diajarkan sehingga penggunaannya dapat membantu untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Menurut
Prastowo ( 2011: 205) LKS memiliki setidaknya empat fungsi dalam kegiatan
pembelajaran yaitu:
1) Sebagai
bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik namun lebih mengaktifkan
peserta didik.
2) Sebagai
bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan.
3) Sebagai
bahan ajar yang ringkas dan kaya akan tugas untuk berlatih.
4) Memudahkan
pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
b.
Tujuan
dan Manfaat Bahan Ajar LKS
Menurut Prastowo (2011: 208) tujuan pembuatan LKS
dijabarkan dalam empat poin, yaitu:
1) Menyajikan
bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk beinteraksi dengan materi yang
diberikan.
2) Menyajikan
tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang
diberikan.
3) Melatihkan
kemandirian belajar peserta didik.
4) Memudahkan
pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.
Dilihat dari strukturnya, LKS lebih
sederhana dibandingkan modul. LKS terdiri atas enam unsur utama, meliputi:
judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi
pendukung, tugas atau langkah kerja, dan penilaian. Dilihat dari formatnya, LKS
memuat delapan unsur, yaitu judul, kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu
penyelesaian, peralatan/bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas,
informasi singkat, langkah kerja tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang
harus dikerjaka (Prastowo, 2011: 208). Kementrian Pendidikan Nasional menyatakan
LKS memiliki delapan unsur yaitu:
1.
Judul
2.
Petunjuk belajar
3.
Kompetensi dasar atau materi pokok
4.
Waktu penyelesaian
5.
Peralatan dan bahan
6.
Informasi singkat tentang langkah kerja
7.
Tugas yang haru dilaksanakan
8.
Laporan yang harus dikerjakan
Prastowo
(2011: 210) menjelaskan empat tahap penyusunan sebuah LKS dimana tiga tahapan
diantaranya yaitu (1) analisis kurikulum, (2) penyusunan peta kebutuhan LKS,
dan (3) menentukan judul-judul LKS, merupakan tahap perencanaan awal, sedangkan
tahap terakhirnya adalah penulisan LKS itu sendiri. Adapun langkah-langkah
aplikatif dalam penulisan LKS meliputi:
1)
Perumusan kompetensi dasar
2)
Menentukan alat penilaian
3)
Menyusun materi
4)
Memperhatikan struktur LKS.
LKS
secara garis besar terbagi menjadi dua jenis yaitu LKS terstruktur dan LKS yang
tidak terstruktur. LKS tak terstruktur berisi sedikit informasi atau petunjuk
yang mengarah pada materi, sedangkan LKS terstruktur dilengkapi dengan petunjuk
dan pengarahan.
c. Macam-Macam Bentuk LKS
LKS disusun dengan materi-materi
yang akan dipelajari oleh siswa dengan maksud dan tujuan tertentu. Berbedanya
maksud dan tujuan pemgemasan materi pada masing-masing LKS ini, mengakibatkan
LKS memiliki berbagai macam dan bentuk. Ada lima bentuk LKS yang sering
digunakan oleh siswa diantaranya ( Prastowo, 2011: 209)
1)
LKS yang membantu siswa menemukan suatu
konsep. LKS jenis ini memuat apa yang harus dilakukan siswa, meliputi
melakukan, mengamati, dan menganalisis. Oleh karena itu, guru hendaknya
merumuskan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa kemudian siswa diminta
untuk mengamati fenomena hasil kegiatannya. Selanjutnya, guru memberikan
pertanyaan analisis yang membantu siswa untuk mengaitkan fenomena yang telah
mereka amati dengan konsep mereka sendiri.
2)
LKS yang membantu siswa menerapkan dan
mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan. Siswa diminta untuk
menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Caranya siswa diminta untuk berdiskusi tentang suatu persoalan dengan
masing-masing siswa mengemukakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan.
Maka hal ini telah memberikan sebuah jalan bagi terimplementasinya nilai-nilai
demikrasi dalam diri siswa.
3)
LKS yang berfungsi sebagai penuntun
belajar. LKS bentuk ini berisi pertanyaan dan jawaban dari pertanyaan tersebut
sehingga siswa mampu menghafal dan memahami materi pembelajaran yang ada di
dalam buku ini. LKS ini juga sesuai untuk keperluan mediasi.
4)
LKS yang berfungsi sebagai penguatan.
LKS bentuk ini diberikan setelah siswa selesai mempelajari topic tertentu.
Materi pembelajaran dalam LKS ini lebih mengarah pada pendalaman sehingga LKS
ini cocok untuk pengayaan.
5)
LKS yang berfungsi sebagai petunjuk
praktikum. Dalam LKS bentuk ini, petunjuk praktikum merupakan salah satu isi
dari LKS.
Agar
siswa dapat mengambil manfaat dari LKS, maka siswa sekurang-kurangnya mempunyai
kemampuan, diantaranya:
(1) Kemampuan memahami tujuan belajar bahan yang
akan dipelajari.
(2) Kemampuan
memahami isi sekilas bahan yang dipelajari.
(3)
Kemampuan mengevaluasi kecocokan bahan
dengan tujuan belajarnya sendiri.
(4)
Kemampuan memahami bacaan.
(5)
Kemampuan mengambil manfaat dari bahan
yang telah selesai dipelajari.
2. Kemandirian Belajar
a.
Pengertian
Kemandirian
Menurut Morrison (2012:228) bahwa
kemandirian adalah kemampuan untuk mengerjakan tugas sendiri, menjaga diri
sendiri, dan sampai memulai kegiatan tanpa harus selalu diberi tahu apa yang
harus dilakukan. Kemandirian tidak hanya berlaku bagi anak tetapi juga pada
semua tingkatan usia. Setiap manusia perlu mengembangkan kemandirian dan
melaksanakan tanggung jawab sesuai dengan kapasitas dan tahapan
perkembangannya. Secara alamiah anak mempunyai dorongan untuk mandiri dan tanggung
jawab atas diri sendiri.
Belajar mandiri adalah belajar yang
dilakukan oleh peserta didik secara bebas menentukan tujuan belajarnya, arah
belajarnya, merencanakan proses belajarnya, strategi belajarnya, menggunakan
sumber-sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan akademik, dan
melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan belajarnya ( Brookfield dalam
Yamin, 2011: 107).
Belajar mandiri membutuhkan motivasi,
keuletan, keseriusan, kedisiplinan, tanggung jawab, kemauan, dan keingintahuan
untuk berkembang dan maju dalam pengetahuan. Belajar mandiri tidak berate
belajar sendiri. Hal yang terpenting dalam proses belajar mandiri ialah
peningkatan kemauan dan keterampilan peserta didik dalam proses belajar tanpa
bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya peserta didik tidak tergantung pada
pembelajar/instruktur, pembimbing, teman, atau orang lain dalam belajar (Yamin,
2011: 107). Dalam belajar mandiri peserta didik akan berusaha sendiri dahulu
untuk memahami isi pelajaran yang dibaca atau dilihatnya melalui audio visual.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar atau belajar mandiri artinya
belajar bebas menentukan arah, rencana, sumber dan keputusan untuk mencapai
tujuan akademik dan bukan bebas dari aturan-aturan yang ditentukan.
b.
Ciri-
Ciri Kemandirian Belajar
Menurut Danuri ( 2010: 15) ada beberapa
ciri-ciri kemandirian belajar yaitu:
1).
Adanya tendensi untuk berprilaku bebas dan berinisiatif, bersikap dan
berpendapat.
2).
Adanya tendensi untuk percaya diri.
3).
Adanya sifat original (keaslian) dan bukan sekedar meniru orang lain.
4).
Adanya tendensi untuk mencoba diri.
Sejalan
dengan pendapat di atas, Negoro (2008: 17) menyatakan bahwa cirri-ciri
kemandirian belajar adalah sebagai berikut:
1). Memiliki kebebasan untuk
berinisiatif.
2). Memiliki rasa percaya diri.
3). Mampu mengambil keputusan.
4). Dapat bertanggung jawab.
5). Mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
c. Manfaat Belajar Mandiri
Betapa besar manfaat belajar mandiri belumlah
banyak diarakan oleh peserta didik karena belajar mandiri ini belum
tersosialisasi di kalangan peserta didik, budaya belajar mandiri belum begitu
berkembang di kalangan para peserta didik di Indonesia, mereka masih
beranggapan bahwa pembelajar satu-satunya sumber ilmu, akan tetapi sebagian
mereka yang berhasil dalam belajar karena memanfaatkan belajar mandiri atau
belajar yang tidak terfokus kepada kehadiran sang pembelajar. Belajar mandiri
memiliki manfaat yang banyak terhadap kemampuan kognisi, afeksi, dan
psikomotorik peserta didik, manfaatnya adalah sebagai berikut: (Yamin,
2011:109-110)
1)
Mengasah multiple intelligence.
2)
Mempertajam analisis.
3)
Memupuk tanggung jawab.
4)
Mengembangkan daya tahan mental.
5)
Meningkatkan keterampilan.
6)
Memecahkan masalah.
7)
Mengambil keputusan.
8)
Berpikir kreatif.
9)
Berpikir kritis.
10)
Percaya diri yang kuat.
11)
Menjadi pembelajar bagi dirinya sendiri.
d. Upaya Mengembangkan Kemandirian
Anak
Upaya
untuk mengembangkan nilai kemandirian melalui ikhtiar pengembangan atau
pendidikan sangat diperlukan untuk kelancaran perkembangan kemandirian siswa.
Desmita ( 2009: 190) mengemukakan upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk
mengembangkan kemandirian siswa adalah:
1).
Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak
merasa dihargai.
2).
Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengembilan keputusan dan dalam
berbagai kegiatan sekolah.
3).
Memberikan kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan serta
mendorong rasa ingin tahu.
4).
Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak
membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lainnya.
5). Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab
dengan anak.
d. Faktor
yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar
Siswiyo
(2004: 9) menyatakan bahwa kemandirian belajar sebagai bagian dari kepribadian
yang mempunyai faktor-faktor sebagai berikut:
1). Faktor kodratik,
seperti umur, jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Faktor kodratik berkaitan
dengan faktor dari dalam individu. Dari segi umur akan mempengaruhi kemandirian
belajar karena semakin bertambahnya umur seseorang akan diikuti pula semakin
tingginya tingkat kemandirian belajarnya. Anak perempuan biasanya lebih lambat
disbanding anak laki-laki karena anak perempuan lebih banyak mendapat
perlindungan dari orang tuanya. Disamping itu, urutan kelahiran juga
berpengaruh terhadap kemandiriannya. Anak pertama akan lebih mempunyai sikap
disbanding daripada anak kedua dan seterusnya.
2). Faktor lingkungan
Lingkungan keluarga akan mempengaruhi tingkat kemandirian
dikarenakan pola asuh orang tua terhadap anak. Perbedaan tingkat kemandirian
belajar akan tergantung bagaimana pola asuh orang tua terhadap anaknya.
Sedangkan lingkungan sekolah dan masyarakat juga turut menentukan dan
tergantung pola kepemimpinan maupun pola kebiasaan yang ada dalam lingkungan
tersebut.
3. Pemanfaatan LKS dalam Belajar dan
Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa
Menurut Dalyono, (2009:48) belajar dapat
didefinisikan, “suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan
di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan,
ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya”. Belajar adalah kegiatan
berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan
setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Hintzman dalam buku psikologi pendidikan
mengatakan belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme
(manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat memengaruhi tingkah
laku organisme tersebut (Muhibbin Syah, 2010:88). Adapun pengertian belajar
secara kualitatif ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman
serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian
ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk
memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa. Dari pengertian
tersebut dapat diambil kesimpulkan:
1) Belajar
adalah suatu usaha secara sungguh-sungguh untuk mendayagunakan semua potensi
yang dimiliki.
2) Belajar
bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri.
3) Belajar
bertujuan untuk mengubah kebiasaan buruk menjadi lebih baik.
4) Belajar
bertujuan untuk mengubah sikap dari negatif menjadi positif.
5) Dengan
belajar dapat mengubah keterampilan.
6) Belajar
bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.
Sedangkan pembelajaran adalah
pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang diciptakan untuk
memfasilitasi pencapaian tujuan yang spesifik. Yusufhadi dalam Benny A. Pribadi
(2010:9) menyatakan bahwa pembelajaran sebagai aktivitas atau kegiatan yang
berfokus pada kondisi dan kepentingan pembelajar. Walter Dick dalam buku yang
sama mendefinisikan pembelajaran sebagai
rangkaian peristiwa atau kegiatan yang disampaikan secara terstruktur dan
terencana dengan menggunakan sebuah atau beberapa jenis media.
Kegiatan atau aktivitas pembelajaran
didesain dengan tujuan untuk memfasilitasi siswa mencapai kompetensi atau
tujuan pembelajaran. Pemebelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu
membawa siswa mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan,
sedangkan pembelajaran yang efisien adalah aktivitas pembelajaran yang
berlangsung menggunakan waktu dan sumber daya yang relatif sedikit. (Benny,
2010:19) Berikut dikemukakan kriterian pembelajaran yang berhasil atau sukses.
a. Peran
aktif siswa, proses belajar akan berlangsung efektif jika siswa terlibat secara
aktif dalam tugas-tugas yang bermakna, dan berinteraksi dengan materi pelajaran
secara intensif.
b. Latihan,
latihan yang dilakukan dalam berbagai konteks dapat memperbaiki tingkat daya
ingat atau retensi.
c. Perbedaan
individual, setiap individu memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari
individu yang lain.
d. Umpat
balik, umpan balik sangat diperlukan oleh siswa untuk mengetahui kemampuan
dalam mempelajari materi pelajaran yang benar.
e. Konteks
nyata, siswa perlu mempelajari materi pelajaran yang berisi pengetahuan dan
keterampilan yang dapat diterapkan dalam sebuah situasi yang nyata.
f. Interaksi
sosial, interaksi sosial sangat diperlukan oleh siswa agar dapat memperoleh
dukungan sosial dalam belajar.
Guru merupakan komponen penting dalam
pendidikan karena bertugas melaksanakan pembelajaran. Guru merencanakan,
melaksanakan, pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar siswa. Beberapa prinsip
pembelajaran yang menyenangkan sebagai berikut:
a. Pembelajaran
yang sudah dilaksanakan dengan baik belum tentu menyenangkan dan pembelajaran
yang menyenangkan sudah tentu baik.
b. Menyeimbangkan
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik dalam pembelajaran.
c. Menyeimbangkan
perkembangan otak belahan kiri dengan otak belahan kanan dalam pembelajaran.
d. Menciptakan
adanya rasa nyaman dalam pembelajaran.
e. Menciptakan
rasa aman bagi peserta didik dalam pembelajaran. Jika timbul rasa takut bagi
siswa maka pembelajaran tersebut tidak menyenangkan bagi siswa.
f. Menyelingi
pembelajaran dengan rasa humor sehingga pembelajaran tidak terkesan menoton.
g. Menyentuh
aspek emosi atau perasaan dalam pembelajaran, misalnya adanya selingan musik
dan nyanyian.
h. Mengutamakan
hadiah dari pada hukuman.
i.
Meningkatkan kualitas interaksi dan
komunikasi dengan peserta didik dalam situasi pembelajaran, misalnya melalui
senyuman,keramhtamahan, penghargaan.
j.
Menginformasikan bahwa kegiatan belajar
bukan menyulitkan siswa tetapi bermanfaat untuk kehidupan mereka pada masa yang
akan datang.
k. Menghindari
pemberian kata-kata ancaman.
l.
Melaksanakan pembelajaran yang
menyenangkan adalah “seni”. (Zulfan Saam, 2011:56)
0 Komentar