Ini dia contoh artikel ilmiah dari PTK Bahasa Indonesia.
Assalamualaikum wr.wb.
Assalamualaikum wr.wb.
Hai sahabat, aku mau berbagi nih tentang contoh artikel ilmiah yang bisa
kita muat pada salah satu jurnal. Ada beberapa unsur yang harus kita tampilkan dalam artikel tersebut.
1. Artikel diketik pada kertas 4A dengan margin kiri-atas 4 cm dan kanan-bawah 3 cm.
2. Judul artikel dan identitas penulis.
3. Panjang artikel 15-30 halaman.
4. Jenis huruf Times New Roman ukuran 12.
5.Mencantumkan sumber tabel dan gambar.
6. Kutipan dan rujukan menyebutkan penulis dan cara ditulis secara konsisten.
7. Kerangka artikel meliputi: (1) judul, (2) abstrak, (3) pendahuluan, (4) kerangka teoritis, (5) metode penelitian, (6) analisis data dan pembahasan, (7) simpulan dan saran (8) daftar pustaka.
Semoga bermanfaat ya sahabatku
PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERORIENTASI AKTIVITAS SISWA (PBAS) UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA PADA ASPEK BERBICARA
SISWA KELAS IX SMPN 12 MANDAU
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
NOFRINI SUSANTI, S.Pd. M.Pd
Nofrinisusanti7@gmail.com
GURU SMPN 4 BATHIN SOLAPAN
ABSTRAK
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan untuk : 1). meningkatkan kemampuan berbicara
siswa kelas IX/2 SMP Negeri 12 Mandau
tahun pelajaran 2017/2018 khususnya kemampuan melaporkan berbagai peristiwa
secara lisan, 2). mengidentifikasi peningkatan daya serap siswa kelas IX SMP Negeri 12 Mandau tahun pelajaran
2017/2018 pada aspek keterampilan berbicara khususnya melaporkan berbagai
peristiwa secara lisan, dan 3). mengidentifikasi bagaimana langkah - langkah
yang efektif dilakukan oleh peneliti/guru dalam menerapkan strategi PBAS dengan
menggunakan media gambar agar hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas
IX/2 SMP Negeri 12 Mandau pada aspek
berbicara khususnya melaporkan berbagai peristiwa secara lisan dapat
ditingkatkan.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, pada siswa
kelas IX SMP Negeri 12 Mandau semester ganjil
tahun pelajaran 2017/2018 yang berjumlah 30 orang sebagai subjek penelitian.
Pengumpulan
datanya menggunakan teknik tes unjuk kerja yang telah dilengkapi dengan rubrik
penilaian untuk pengumpulan data utama, dan teknik observasi untuk pengumpulan data
pelengkap.
Data yang
terkumpul dianalisis dengan teknik analisis deskriptif komparatif untuk data
utama yaitu dengan cara membandingkan nilai tes hasil belajar siswa dengan KKM
mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas IX/A SMP Negeri 12 Mandau tahun pelajaran
2017/2018 yaitu angka 75 sebagai indikator kinerja, kemudian membandingkan
nilai tes hasil belajar antarsiklus.
Dari penganalisisan data diperoleh hasil bahwa penerapan strategi PBAS
dengan penggunaan media gambar dapat
meningkatkan kemampuan siswa berbicara khususnya kemampuan melaporkan berbagai
peristiwa secara lisan. Daya serap siswa meningkat sebesar 22,08 % setelah
diberikan perlakuan/tindakan.
Berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh disarankan agar guru bahasa Indonesia
mencobakan hasil penelitian ini sebagai salah satu alternatif untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek berbicara serta melakukan
pemilihan/penetapan topik gambar secara hati-hati agar efektivitas gambar
sebagai media pembelajaran terpenuhi.
Kata Kunci : Strategi PBAS, hasil belajar, kemampuan
berbicara khususnya melaporkan berbagai peristiwa secara lisan.
A. PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan faktor utama dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. Pendidikan dapat membentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan manusia dalam mewujudkan kehidupan sehari-hari. Pendidikan
adalah lembaga yang dengan sengaja diselenggarakan untuk mewariskan dan
mengembangkan pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan keahlian dari generasi
yang lebih tua kepada generasi berikutnya. Melalui pendidikan suatu bangsa akan
mampu maju dan berkualitas. Generasi yang berkualitas diharapkan mampu
menjalankan berbagai kegiatan bangsa baik dari sektor ekonomi, politik,
pendidikan serta sains yang dalam hal ini merupakan jantung kemajuan suatu
bangsa.
Menurut
Undang-Undang RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pada
hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa Indonesia hendaknya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
dan keterampilan peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, secara lisan maupun tertulis. Hal ini, sejalan dengan salah
satu tujuan umum mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu agar peserta didik
memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial (BSNP, 2006: 3).
Ruang
lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia meliputi empat aspek keterampilan
berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek
tersebut merupakan aspek yang terintegrasi dalam pembelajaran walaupun pada
penyajiannya dalam silabus keempatnya masih dapat dipisahkan.
Dari
keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut di atas, keterampilan berbicara
merupakan keterampilan "aktif produktif', yaitu berkenaan dengan kegiatan
menggunakan bahasa. Artinya, pada keterampilan ini diupayakan agar siswa mampu
memproduksi unsur-unsur bahasa yang digunakan sebagai sarana dalam tutur agar
dapat menyampaikan gagasannya secara runtut dan dapat dipahami orang lain.
Keterampilan
berbicara sama halnya dengan ketiga aspek keterampilan berbahasa yang lain tidaklah
datang secara otomatis melainkan harus melalui latihan dan praktik yang banyak
dan teratur. Keterampilan berbahasa termasuk berbicara tidak bisa diperoleh
secara almiah atau hanya melalui pelajaran teori melainkan harus dipelajari dan
dilatihkan secara kontinyu. Sebagaimana pendapat dari Purwo, Bambang Kaswanti
yang menyatakan bahwa mengajarkan keterampilan berbahasa melalui uraian atau
penjelasan saja belumlah mencukupi. Keterampilan berbahasa hanya dapat diraih
dengan melakukan kegiatan berbahasa terus-menerus. Siswa perlu dibawa ke
pengalaman melakukan kegiatan berbahasa dalam konteks yang sesungguhnya (1997:
20-21).
Sesuai
dengan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa agar siswa terampil berbicara
dan dapat menyampaikan buah pikirannya secara teratur serta dapat dipahami
orang lain, harus ada upaya dengan sengaja dari pihak guru untuk membelajarkan
siswanya berbicara. Siswa perlu dilatih, dibina, dan diberikan kesempatan
sebanyak-banyaknya untuk memproduksi ujaran di depan umum dengan topik yang menarik
minat dan dikuasainya.
Latihan berbicara dengan frekuensi tinggi
akan menggiring siswa agar memiliki keberanian dan lebih mudah serta lebih
lancar da lam mengemukakan gagasannya secara lisan di depan orang banyak.
Lebih-lebih disadari bahwa kemampuan berbicara ini bukan hanya diperlukan
selama mereka masih menuntut ilmu yaitu sebagai bagian dari unjuk kerja dalam
mata pelajaran bahasa Indonesia dan juga dalam meningkatkan penguasaannya pada
mata pelajaran yang lain, tetapi berkontribusi juga bagi siswa nantinya dalam
menjalani kehidupannya di masyarakat sebagai manusia dewasa.
Walaupun
keterampilan berbicara sudah diajarkan sejak lama, hasil pembelajaran yang
diharapkan rupanya belum dapat dicapai. Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa
unjuk kerja siswa dalam berbicara belum begitu menggembirakan. Pada Standar
Kompetensi berbicara khususnya Kompetensi Dasar melaporkan secara lisan
berbagai peristiwa, nilai siswa masih tergolong rendah. Siswa kurang berani
berbicara secara formal di depan umum.
Kondisi
tersebut di atas didukung pula oleh hasil tes awal yang dilakukan peneliti/guru
terhadap kemampuan siswa berbicara khususnya melaporkan peristiwa secara lisan
di kelas IX/2 SMP Negeri 12 Mandau tahun pelajaran 2017/2018 yaitu dari 30
orang (100 %) siswa yang dites, hanya 6 orang (20 %) yang tuntas, 24 orang (80 %)
belum tuntas.
Diprediksi
kondisi tersebut disebabkan oleh proses pembelajaran yang kurang tepat. Proses
pembelajaran yang dilakukan guru masih konvensional. Yang dimaksud dengan pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran masih terpusat pada guru dan belum terpusat
pada siswa. Guru lebih mendominasi proses pembelajaran melalui pemanfaatan
teknik ceramah dan penugasan.
Jadi,
guru kurang mengkondisikan kelas yang memungkinkan/memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan proses berpikirnya dan kurang melibatkan siswa agar
lebih aktif selama proses pembelajaran. Akibatnya, minat, gairah, dan aktivitas
siswa selama belajar kurang, proses belajar tampak monoton, dan hasil belajarnya
pun rendah.
Melihat
kenyataan itu , diduga ada hubungan antara cara yang ditempuh guru dalam
membelajarkan siswanya dengan perolehan hasil belajar siswa. Sehubungan dengan
itu, dirumuskan langkah untuk menyiasati pembelajaran berbicara ini dengan
cara-cara yang lebih variatif, inovatif, dan diyakini dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam berbicara khususnya melaporkan peristiwa secara lisan.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis
ingin melakukan penelitian tindakan kelas untuk melihat pengaruh Penerapan
Strategi Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS) untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Bahasa Indonesia Pada KD Melaporkan Secara Lisan Berbagai
Peristiwa Secara Lisan dengan Kalimat yang Efektif.
B. KAJIAN
TEORI
1.
Strategi
Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS)
a. Konsep
dan Tujuan PBAS
Strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien ( Wina
Sanjaya, 2013: 126). Dick and Carey (1985) dalam buku Wina Sanjaya menyatakan
bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran
yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Pembelajaran
Berbasis Aktivitas Siswa (PBAS) adalah sebagai suatu pendekatan dalam
pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk
memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik secara seimbang (Wina Sanjaya, 2013: 137). PBAS bertujuan
membentuk siswa yang cerdas sekaligus siswa yang memiliki sikap positif dan
secara motorik terampil. Secara khusus PBAS bertujuan:
1.
Meningkatkan kualitas pembelajaran agar
lebih bermakna.
2.
Mengembangkan seluruh potensi yang
dimiliki siswa.
b. Peran
Guru dalam Implementasi PBAS
Dalam
implementasi PBAS, guru tidak berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang
bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswanya, akan tetapi yang lebih
penting adalah bagaimana memfasilitasi agar siswa belajar. Oleh sebab itu ada
beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, diantaranya adalah:
1.
Mengemukakan berbagai alternative tujuan
pembelajaran yang harus dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
2.
Menyusun tugas-tugas belajar bersama
siswa.
3.
Memberikan informasi tentang kegiatan
pembelajaran yang harus dilakukan.
4.
Memberikan bantuan dan pelayanan kepada
siswa yang memerlukannya.
5.
Memberikan motivasi, mendorong siswa
untuk belajar, membimbing melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan.
6.
Membantu siswa dalam menarik suatu
kesimpulan.
c. Tenaga
Pendidik ( Guru) Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Suparlan
(2006: 82) mengemukakan sepuluh
standar kompetensi guru, yaitu:1.) Memiliki kebribadian sebagai guru, 2) Menguasai landasan pendidikan. 3) Menguasai bahan pelajaran. 4) Menyusun program pengajaran. 5) Melaksanakan proses belajar-mengajar.
6) Melaksanakan penilaian
pendidikan. 7) Melaksanakan
bimbingan. 8) Melaksanakan
administrasi sekolah. 9) Menjalin
kerjasama dan interaksi dengan guru sewajat dan masyarakat. 10) Melaksanakan penelitian sederhana.
Profesionalisme
merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang
suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau
perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. (Sudarwan Danim, 2011:
105) Ada beberapa ciri-ciri guru
profesional, yaitu: 1) Kemampuan
intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. 2) Memiliki pengetahuan spesialisasi. 3) Menjadi anggota organisasi profesi.
4) Memiliki pengetahuan praktis yang
dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien. 5) Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan.
6) Memiliki kapasitas
mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization. 7) Mementingkan kepentingan orang lain.
8) Memiliki kode etik. 9) Memiliki sanksi dan tanggung jawab
komunitas. 10) Mempunyai
sistem upah. 11) Budaya
profesional. 12) Melaksanakan
pertemuan profesional tahunan.
2.
Berbicara sebagai Aspek Keterampilan Berbahasa
Purwo,
Bambang Kaswanti (1997: 20-21) berpendapat bahwa berbicara sebagai keterampilan
berbahasa tidak dapat diperoleh melalui kegiatan menghafalkan. Siswa tidak
dapat memperoleh keterampilan berbahasa hanya dengan duduk mendengarkan
keterangan guru dan mencatat apa yang didengarnya itu dalam buku tulisnya. Menurut pendapat Romli kemampuan berbicara di depan umum
harus dibina dan dikembangkan. Ada dua cara untuk mendapatkan keterampilan itu
yaitu: 1) dengan pemahaman teknik public speaking (kemampuan berbicara
di depan umum, dan 2) dengan latihan (2003: 65).
Berpedoman
pada kedua pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa agar siswa berani
dan terampil berbicara di depan umum, terampil dalam arti - efisien menggunakan
kata, cermat memilih kata, pandai menyusun serta merangkaikan kalimat satu
dengan kalimat yang lainnya, teratur menyampaikan gagasan dan komunikatif - ,
maka siswa perlu dilatih atau dibawa ke pengalaman langsung melakukan kegiatan
berbicara di depan orang banyak. Dalam latihan ini durasi pembicaraan perlu
dibatasi yaitu hanya dua (2) menit
3.
Faktor-faktor
Penunjang Keefektifan Berbicara
Arsjad
dan Mukti dalam Wisudariani menyatakan bahwa aspek kebahasaan sebagai penunjang
keefektifan berbicara meliputi: 1). ketepatan ucapan, 2). penempatan tekanan,
nada, durasi yang sesuai, 3). pilihan kata atau diksi, 4). ketepatan sasaran
pembicaraan. Untuk aspek nonkebahasaan meliputi: 1). sikap yang wajar, tenang,
dan tidak kaku, 2). pandangan diarahkan kepada lawan bicara, 3). kesediaan
menghargai lawan bicara, 4). gerak-gerik, mimik yang tepat, 5). penyaring
suara, 6). kelancaran, 7). relevansi dan penalaran, dan 8). penguasaan topik
(2008: 20)..
Dengan
memperhatikan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur tingkat
kemampuan siswa dalam berbicara termasuk kemampuan melaporkan secara lisan
berbagai peristiwa, pedoman penilaian hendaknya dititikberatkan pada dua aspek
yaitu aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan.
4.
Melaporkan secara Lisan Berbagai Peristiwa
Wibowo,
Teguh dkk. dalam bukunya Bahasa dan Sastra Indonesia Jilid 3 untuk SMP/MTs
Kelas IX mengemukakan bahwa sebuah laporan bertujuan untuk memberikan informasi
yang jelas tentang peristiwa yang dimaksud. Laporan akan lebih hidup bila
disertai dengan deskripsi peristiwa secara terperinci. Lebih lanjut dikemukakan
pula bahwa deskripsi yang baik dapat membuat kita seolah-olah melihat,
mendengar, dan merasakan/mengalami sendiri suatu peristiwa. Menurut Wibowo cara
membuat deskripsi yang baik adalah: 1). tentukanlah objek/peristiwa yang akan
diamati, 2). lakukaniah pengamatan terhadap objek/peristiwa tersebut dengan
menggunakan seluruh pancaindra, 3). tulislah sesuatu yang dapat dilihat,
didengar, dibaui, dan dirasakan dari peristiwa tersebut, dan 4). rangkaikanlah
dengan menggunakan kalimat yang lengkap dan jelas (2005: 40-41).
Menurut
Wahono dan Rusmiyanto sebuah berita dapat dilaporkan secara lisan dan tertulis.
Media elektronika (televisi dan radio) cenderung melaporkan secara lisan, dan
media cetak melaporkan secara tertulis.Laporan peristiwa secara lisan dan
tertulis pada hakikatnya sama, yakni memuat unsur-unsur: 1). peristiwa apa yang
terjadi, 2). kapan peristiwa itu terjadi, 3). di mana kejadiannya, 4). siapa
yang mengalami peristiwa itu, 5). mengapa peristiwa itu terjadi, dan 6).
bagaimana kejadiannya. Kelima unsur itu sering disebut 5 W + 1 H yang
kepanjangannya: what, when, where, who, why, dan how (2007: 52).
Berpedoman pada pendapat para ahli
tersebut di atas dapat ditarik sebuah simpulan bahwa dalam menyampaikan laporan
peristiwa secara lisan maupun tertulis kita dapat menggunakan ragam bahasa
deskriptif (yang bersifat melukiskan/menggambarkan). Khusus untuk deskripsi
peristiwa identifikasi yang dilakukan mengacu kepada unsur 5 W + 1 H yang umum
digunakan dalam dunia jurnalistik.
5.
Hasil Belajar
Hasil
belajar adalah taraf kemampuan anak-anak untuk menguasai sejumlah pengetahuan
dan keterampilan. Menurut Suryadibrata (dalam Sudiatmika, 2004: 23) hasil
merupakan perwujudan atau rumusan terakhir dari upaya yang dilakukan guru dalam
memberikan penilaian kepada siswa. Menurut pengertian ini, hasil berarti nilai
yang berupa angka. Karena angka tersebut merupakan hasil dari kemajuan belajar
siswa, disebut dengan prestasi belajar.
Belajar
adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau
pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan ( Ngalim Purwanto, 2013: 102). Pendapat
yang hampir sama juga dikemukakan oleh Muhibbin Syah (2008: 132) secara global
factor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga
macam yaitu:
1.
Faktor internal (factor dari dalam
siswa) yakni keadaan jasmani dan rohani.
2.
Faktor eksternal (factor dari luar
siswa) yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.
3.
Faktor pendekatan belajar yakni jenis
upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor
yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa
dan pendapat lain menambahkan faktor pendekatan.
C. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini
dilaksanakan di SMP Negeri 12 Mandau yang berlokasi di Jalan Lintas Duri-Dumai
Duri XIII. Jadwal pelaksanaan penelitian ini adalah pada semester ganjil tahun
pelajaran 2017/2018 (antara bulan Juli s.d bulan Desember)
Kelompok sasaran yang menjadi subjek penelitian adalah semua siswa kelas
IX/2 SMP Negeri 12 Mandau semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018 dengan
jumlah 30 orang.
Jenis
data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data hasil belajar siswa
selama melakukan unjuk kerja melaporkan secara lisan berbagai peristiwa.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus di mana pada setiap siklusnya
terdiri atas empat tahapan yaitu 1) Perencanaan, 2) Pelaksanaan Tindakan, 3)
Pemantauan dan Evaluasi, 4) Analisis, Refleksi dan Revisi. Gambaran prosedur
siklus penelitiannya akan tampak sebagai berikut ini.
Refleksi Awal à Rencana Tindakan I à Pelaksanaan Tindakan 1 + Pemantauan (Observasi) à Evaluasi à Analisis, Refleksi dan Revisi à Rencana Tindakan II à Pelaksanaan Tindakan II + Pemantauan (Observasi) à Evaluasi à Analisis dan Refleksi à Menentukan Tindakan Terbaik.
Alat
pengumpul data atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini beserta
rubrik penilaiannya, validitasnya diuji melalui validasi teman sejawat dengan
tetap berpedoman pada buku-buku sumber yang memuat teori tentang penyusunan
instrumen.
Sesuai
dengan data yang terkumpul yaitu data hasil belajar siswa, maka teknik analisis
data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif komparatif. Teknik
analisis deskriptif komparatif digunakan untuk menganalisis data hasil belajar
siswa. Caranya, data berupa angka-angka atau nilai yang diperoleh siswa pada
saat melaporkan secara lisan berbagai peristiwa (pada siklus I dan II)
dibandingkan dengan nilai KKM yang diberlakukan di kelas IX/2 SMP Negeri 12
Mandau tahun pelajaran 2014/2015 sebagai
acuan patokan (angka 75).
D. HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
penelitian
1). Kondisi Awal
Sebagaimana
yang telah diuraikan pada bab pendahuluan subbab latar belakang penelitian ini,
bahwa kemampuan siswa kelas IX/2 SMP
Negeri 12 Mandau dalam berbicara khususnya melaporkan berbagai peristiwa secara
lisan masih tergolong rendah. Kemampuan
melaporkan peristiwa secara lisan bagi hampir seluruh siswa masih merupakan
sesuatu yang sangat sulit dilakukan serta memerlukan keberanian.
Untuk mendapat data akurat tentang
kondisi awal siswa, peneliti mengadakan tes awal. Sebelum pelaksanaan tes awal,
dilaksanakan proses pembelajaran berbicara secara konvensional yaitu dengan
menggunakan metode ceramah dan penugasan (tanpa memanfaatkan penggunaan media)
terhadap subjek penelitian yaitu siswa kelas IX/2 SMP Negeri 12 Mandau yang jumlahnya 30 orang.
Dari pelaksanaan tes awal yang
dilakukan pada hari Kamis , 29 September 2017 dengan menggunakan rubrik
penilaian yang telah disusun dan disepakati, secara rinci dapat diuraikan bahwa
dan 30 orang siswa kelas IX/A yang hadir
pada pelaksanaan tes awal hanya 6 orang (20 %) yang tuntas, dan 24 orang (80 %)
belum tuntas. Nilai terendah 50 , tertinggi 80 dan daya serap siswa 48,47 %.
Untuk mengetahui ketuntasan
belajar siswa secara individual, data di atas dianalisis, dibandingkan dengan
nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang diberlakukan di kelas IX/A SMP
Negeri 12 Mandau tahun pelajaran 2017/2018 sebagai patokan yaitu angka 75.
Selanjutnya ketuntasan belajar
klasikal dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada halaman 32 sebagai
berikut ini.
Banyak siswa yang mendapat nilai >
75 (nilai KKM)
KB = ------------------------------------------------------------------
x 100
Banyak siswa yang ikut tes
= 6/ 30 X 100%
= 0,20 x 100%
= 20%
2. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak 2
kali pertemuan. Pertemuan I berlangsung pada hari Rabu, 2 Oktober 2017 jam
pelajaran 1-2 (pk 07.50 - pk 09.10), dan pertemuan II pada hari kamis, 8
Oktober 2017 jam pelajaran 1-2 (pk. 07.50 - pk. 09.10). Pelaksanaan tindakan
siklus I secara rinci diuraikan pada bagian berikut ini.
1 Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Siklus I
Pada
siklus I ini, kegiatan pembelajaran berlangsung sesuai dengan rencana, hanya
saja terjadi pergeseran waktu pada beberapa kegiatan. Tahapan-tahapan tindakan
pada skenario pembelajaran tabel 1 dilaksanakan secara kronologis, sebagai
berikut.
1). Pertemuan
I
Guru
membuka pelajaran dengan mengucapkan salam, mengabsen siswa, mengisi jurnal
kelas, dan menciptakan suasana kondusif dalam kelas. Tindakan ini menggunakan
waktu 3 menit.
Pada
menit ke- 9 guru mendistribusikan siswa ke dalam 6 kelompok, di mana setiap
kelompok anggotanya 5 orang. Selanjutnya siswa diminta menempati tempat duduk
sesuai dengan kelompoknya. Tindakan ini berlangsung selama 5 menit ( lebih 2
menit dari perencanaan).
Sampai
pada menit ke- 14 di mana guru mulai membagikan lembaran bahan ajar kepada
setiap siswa pada masing-masing kelompok, keaktifan siswa pada kegiatan inti
mulai tampak, selanjutnya mereka membaca
dan berdiskusi. Waktu yang digunakan pada kegiatan ini tepat 10 menit sesuai
dengan rencana.
Setelah
diskusi daiam kelompok selesai, pada menit ke- 24 guru melanjutkan kegiatan
dengan mengadakan tanya jawab antara guru-siswa atau siswa-guru seputar
bagaimana melaporkan peristiwa secara lisan.
Guru memberikan kata-kata pujian sebagai penguatan kepada siswa yang
jawabannya benar untuk lebih memotivasi semangat belajar mereka. Pada akhir
tindakan ini guru memberikan penekanan seputar materi pokok agar pemahaman siswa
lebih jelas dan detil tentang bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan
apabila akan melaporkan peristiwa secara lisan. Kegiatan ini berlangsung selama
10 menit (waktu yang direncanakan tersisa 5 menit).
Pada
menit ke- 34, ketika guru menayangkan media gambar dan setiap siswa ditugasi
mencermati gambar, suasana kelas menjadi sepi dan tenang. Semua siswa tampak
kembali berkonsentrasi mengamati gambar. Lebih lanjut ketika diberikan tugas
secara berkelompok mendiskusikan pokok-pokok peristiwa pada gambar, siswa
terlihat semakin serius. Tanpa terasa waktu 15 menit yang dialokasikan guru
telah dimanfaatkan secara tepat.
Selanjutnya,
mencapai menit ke-49 guru memberikan kesempatan kepada siswa/kelompok untuk
menanyakan bagian-bagian gambar yang belum dipahami. Namun, hanya 5 orang siswa
yang bertanya selebihnya hanya mendengarkan.
Pada
menit ke- 54 ketika guru melanjutkan kegiatan di mana gurulah yang bertanya
kepada siswa tentang bagian-bagian gambar, tampaknya siswa tidak banyak menemui
kesulitan untuk menjawab pertanyaan. Banyak siswa mengangkat tangan dan yang
ditunjuk menjawab dengan benar. Aktivitas siswa pada kegiatan ini meningkat
sangat tajam. Namun, pada saat kegiatan dilanjutkan dengan membahas pokok-pokok
peristiwa pada gambar, dalam beberapa menit siswa terdiam dan tampak berpikir.
Rupanya diskusi kelompok tidak membuahkan hasil. Mengatasi situasi kelas yang
vakum seperti itu agar tidak berlarut-Iarut guru segera mengambil tindakan
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pemandu untuk menggiring siswa
menemukan pokok-pokok peristiwa pada gambar. Dengan pancingan ini akhirnya
pokok-pokok peristiwa pada gambar dapat ditentukan bersama-sama siswa dalam
waktu kurang lagi 5 menit dari rencana.
Pada
kegiatan akhir guru bersama siswa membuat simpulan isi pelajaran (menyimpulkan
bagaimana melaporkan peristiwa secara lisan serta menyimpulkan pokok-pokok
peristiwa pada gambar dan menyusunnya secara sistematis) sebagai kerangka
laporan. Kegiatan ini menggunakan waktu 10 menit ( lebih 5 menit dari rencana).
2). Pertemuan
II
Pertemuan
II siklus I dilaksanakan pada hari kamis, Oktober 2017 jam pelajaran 1-2 (pk. 07.50 - pk. 09.10).
Semua siswa kelas IX hadir pada
pertemuan ini.
Mengawali
pertemuan guru mengabsen siswa, mempersiapkan mereka mengikuti pembelajaran,
selanjutnya bertanya tentang tugas pada pertemuan sebelumnya. Tindakan ini
menggunakan waktu tepat 5 menit sesuai dengan rencana.
Pada
menit ke- 6, setelah bertanya tentang kesiapan siswa untuk mengikuti tes akhir,
guru pun melanjutkan kegiatan dengan menilai unjuk kerja siswa di depan kelas
(menilai kemampuannya melaporkan peristiwa secara lisan). Satu per satu siswa
yang dipanggil mendemonstrasikan kemampuan mereka. Sebagian besar siswa sudah berani dan lancar
berbicara. Substansi laporan mereka kebanyakan sudah lengkap dan detil dengan
susunan yang sudah sistematis pula. kemudian siswa tersebut dapat melanjutkan
laporannya.
Mengakhiri
kegiatan penilaian (5 menit sebelum jam pelajaran berakhir) guru mengomentari
penampilan siswa secara umum, baik sisi positif maupun negatifhya. Selanjutnya
guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah
terlaksana, kemudian menutup pelajaran.
2 Hasil Tindakan Siklus I
Dari
implementasi tindakan siklus I tersebut diperoleh hasil seperti di bawah ini.
1). Hasil
Tes Akhir (Kemampuan Siswa Melaporkan peristiwa secara Lisan).
Hasil
tes akhir siklus I menunjukkan bahwa kemampuan siswa melaporkan peristiwa
secara lisan sudah mengalami perubahan menjadi lebih baik. Secara umum siswa
sudah berani berbicara di depan kelas secara formal. Mereka tidak lagi
kesulitan dan berpikir lama-lama untuk mengawali pembicaraan. Penyampaian
laporannya sudah cukup lancar, sudah cukup sistematis, isi laporan semakin
lengkap dan detil. Hanya pada beberapa siswa penyampaian laporannya masih
seperti menghapal, kurang menguasai topik sehingga belum terjalin kontak mata
dengan audience.
Kelemahan
yang terjadi pada hampir sebagian besar siswa adalah intonasi kalimatnya
monoton, kurang ekspresi dan gerak tubuh (gesture) yang mendukung keberhasilan
penyampaian sebuah laporan.
Hasil
tes akhir menunjukkan bahwa siswa yang belum tuntas dalam Kompetensi Dasar
tersebut berkurang yaitu dari.... orang pada tes awal menjadi ... orang.
Walaupun sudah ada peningkatan, nilai yang diperoleh siswa masih tergolong
rendah.
Secara
rinci dapat diuraikan, dari 30 orang siswa yang dites, baru 16 orang yang
tuntas. Ketuntasan belajar klasikal dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
Jumlah siswa yang mendapat nilai >
75 (nilai KKM)
Ketutansa Belajar
= --------------------------------------------------------------- x 100%
Banyak siswa
yang ikut tes
16
= ------ x 100%
30
= 0,5333 x 100%
= 53.
Tabel 4.
Data Kemampuan Siswa Melaporkan Peristiwa secara Lisan pada
Siklus I
No
|
Nama Siswa
|
Nilai
|
1
|
Adnan Fadrul
|
60
|
2
|
Agis Apriendi Pasaribu
|
50
|
3
|
Agustina
|
75
|
4
|
Aldi
|
80
|
5
|
Ardila
|
80
|
6
|
DesiChintya Tresia Appu
|
75
|
7
|
Doni Setia Budi
|
60
|
8
|
Irwandana Mahendra
|
50
|
9
|
Masito Simamora
|
60
|
10
|
Neli Novita
|
80
|
11
|
Panggu May
|
75
|
12
|
Putriani
|
80
|
13
|
Raja Toga
|
70
|
14
|
Riko Prasena
|
65
|
15
|
Riswanda Parlindungan
|
65
|
16
|
Rita Handayani
|
80
|
17
|
Shafina
|
75
|
18
|
Sinta Devi
|
85
|
19
|
Sri Widya Astuti
|
85
|
20
|
Thomas Clinton
|
60
|
21
|
Wifelva Aryanora
|
75
|
22
|
Windi Falencia
|
80
|
23
|
Yani Sugianti
|
85
|
24
|
Yeni Paramitha
|
85
|
25
|
Alwinda Permata Uli
|
80
|
26
|
Alexander Purba
|
60
|
27
|
Andika Riko
|
65
|
28
|
Hendri syahputra
|
60
|
29
|
Iwan Gunawan
|
70
|
30
|
Joni Manurung
|
70
|
Jumlah
|
2140
|
|
Rata-rata
|
71.33
|
|
Nilai tertinggi
|
85
|
|
Nilai terendah
|
50
|
|
KKM
|
75
|
|
% ketuntasan
|
53.33
|
Berdasarkan uraian hasil tersebut di atas,
dapat dikatakan bahwa implementasi tindakan siklus I ini menimbulkan dampak
positif. Adapun dampak positif yang timbul adalah sebagai berikut.
1). Siswa
senang dan tumbuh minatnya untuk belajar. Pelajaran tidak membosankan.
2). Strategi
PBAS dengan memanfaatkan media gambar berseri yang digunakan guru membuat
suasana kelas menjadi semakin kondusif karena siswa tertarik dan terfokus
perhatiannya pada gambar, memberikan pengetahuan topik serta sistematika
pembicaraan yang menjadikan penyampaian laporan siswa semakin lancar,
runtut/sistematis, tidak lagi meloncat-loncat dengan isi laporan yang semakin
lengkap.
Refleksi
Berpedoman
pada hasil analisis data seperti yang diuraikan di atas, selanjutnya diadakan
refleksi. Pada tahap refleksi dilibatkan teman guru yang bertindak sebagai
pengamat. Karena hasil masih tergolong rendah (Ketuntasan Belajar klasikal baru
53.33 %) - jadi belum mencapai target keberhasilan (yaitu Ketuntasan Belajar
klasikal minimal 65 %) - , walaupun sudah memperlihatkan peningkatan, maka dari
refleksi diputuskan untuk melakukan tindakan siklus II dengan mengadakan
pengubahan/pengembangan/modifikasi/penambahan beberapa langkah dari tindakan
siklus I agar lebih efektif. Berpedoman pada hasil refleksi maka tindakan
siklus I yang diubah/dimodifikasi/ditambah pada siklus II adalah sebagai
berikut.
1). Sebagian
dari langkah 2.3 yaitu menugasi siswa untuk berdiskusi kelompok (mendiskusikan
pokok-pokok peristiwa pada gambar) ditiadakan/diganti.
2). Kegiatan
dimana siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan bagian-bagian gambar
dimodifikasi menjadi melakukan tanya jawab multiarah untuk membahas
bagian-bagian gambar.
3). Menambah
satu poin tindakan yaitu pemodelan. Model diambil dari siswa kelas lain (pada
kesempatan ini diambil dari kelas IX/b) dengan unjuk kerja terbaik. Tindakan
ini dilakukan guru sebelum mengakhiri kegiatan inti pada pertemuan I.
4). Mengubah
gambar sebagai objek laporan. Pada siklus I gambar yang digunakan bertopik
"bencana banjir" sedangkan pada siklus II bertopik " bencana
tanah longsor".
Selanjutnya berdasarkan hasil refleksi disusun rencana tindakan
siklus II, yang secara terperinci skenario pembelajarannya dapat dilihat pada lampiran
14 dan 15 (Skenario Pembelajaran Tindakan Siklus II Secara Lengkap dan Pedoman
Observasi Guru Siklus II).
2. Deskripsi Siklus II
Tindakan
Siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu hari Rabu 6 November 2017
dan Kamis 7 November 2017. Pada siklus II ini semua tindakan guru sudah sesuai
dengan rencana, hanya saja terjadi pergeseran waktu. Gambaran tindakan secara
rinci sebagai berikut.
1 Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Siklus
II
1). Pertemuan
I
Dilaksanakan pada hari Rabu, 6 November 2017 jam pelajaran
(2). Semua siswa kelas IX hadir.
Pada
pertemuan I siklus II ini guru mengawali proses pembelajaran dengan mengucapkan
salam, mengabsen siswa, mengisi jurnal kelas, dan menciptakan suasana kelas
yang kondusif. Waktu yang digunakan hanya 2 menit (waktu yang direncanakan
tersisa lagi 1 menit).
Setelah
guru membagikan ringkasan bahan ajar pada menit ke- 14, siswa terlihat lebih
konsentrasi membaca bahan ajar, berdiskusi, menggali isi pokok bahan ajar yang
dibacanya dengan berpedoman pada rambu-rambu pertanyaan yang diberikan guru.
Pada kegiatan ini waktu yang digunakan hanya 8 menit (waktu yang direncanakan
tersisa 2 menit).
Sampai
pada menit ke- 22 kegiatan dilanjutkan dengan melakukan tanya jawab dengan
siswa seputar isi pokok bahan ajar serta memberikan penekanan seputar materi
pokok sehingga pemahaman siswa lebih jelas dan detil tentang bagaimana
melaporkan peristiwa secara lisan. Selanjutnya pada menit ke- 32 guru
menayangkan gambar, menugasi setiap siswa/kelompok untuk mencermati gambar,
kemudian melakukan tanya jawab multi arah untuk membahas bagian-bagian gambar.
Kegiatan ini betul-betul memancing tumbuhnya aktivitas siswa. Semua siswa aktif
mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan. Jawaban mereka kebanyakan benar. Tidak
ada satu pun siswa yang lain-lain. Mereka tampak senang dan antusias belajar.
Alokasi waktu yang digunakan pada kegiatan ini tepat lima belas menit (sesuai
dengan rencana).
Pada
menit ke- 47 ketika guru melanjutkan kegiatan dengan menentukan pokok-pokok
peristiwa pada gambar bersama-sama siswa, aktivitas siswa tampak semakin
menonjol. Semua siswa berlomba mengangkat tangan dan ingin ditunjuk untuk
menjawab. Tampaknya pertanyaan-pertanyaan/pernyataan penggiring yang diajukan
guru sangat efektif memancing munculnya respons siswa. Bahkan, jawaban siswa
pun sebagian besar sudah tepat. Tanpa hambatan pokok-pokok peristiwa pada
gambar dapat ditentukan. Guru juga menyempatkan untuk memberikan pujtan
sehingga siswa semakin senang belajar. Waktu yang digunakan untuk kegiatan ini
15 menit ( 5 menit lebih dari rencana).
Tiba
pada kegiatan akhir kegiatan dilanjutkan dengan membuat simpulan isi pelajaran
bersama-sama siswa (menyimpulkan pokok-pokok peristiwa pada gambar, menyusunnya
secara sistematis, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mencatatnya sebagai kerangka laporan). Waktu yang digunakan 8 menit (3 menit
lebih dari rencana).
Akhirnya
pada menit ke- 79 guru melakukan refleksi bersama-sama siswa sehubungan dengan
proses pembelajaran yang telah mereka lalui. Semua siswa tetap mengatakan
senang belajar dengan cara seperti itu dan menginginkan pembelajaran seperti
itu dipertahankan. Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.
2) Pertemuan II
Pertemuan
II siklus II dilaksanakan pada hari Kamis 7 November 2017 jam pelajaran 1-2 (
pkl. 07.50 s.d pkl 09.10 Wib ). Siswa yang hadir 30 orang.
Mengawali
pertemuan , setelah mengabsen siswa dan menenangkan kelas guru bertanya kepada
siswa tentang kesiapan mereka untuk dinilai pada hari itu. Ketika memasuki
kegiatan inti, guru menekankan kembali rubrik penilaian yang telah disepakati
kemudian menayangkan gambar.
Berikutnya
guru melakukan tes akhir secara individual sampai semua siswa yang hadir dapat
di tes. Waktu yang digunakan untuk melakukan tes akhir ini 62 menit (3 menit
lebih dari rencana). Selama penilaian guru seringkali mengucapkan kata-kata
"ya bagus", "ya betul", "ya sudah bagus, teruskan",
untuk memotivasi dan menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Setelah penilaian
berakhir guru mengomentari penampilan siswa secara umum, menyampaikan kelebihan
maupun kekurangannya.
2 Hasil Tindakan
Siklus II
Dari implementasi tindakan siklus
II itu diperoleh hasil sebagai berikut.
1) Hasil
Tes Akhir (Kemampuan Melaporkan Peristiwa secara Lisan)
Dari
tes akhir siklus II, diperoleh hasil bahwa siswa yang dikategorikan bermasalah
(belum tuntas) dalam melaporkan berbagai peristiwa secara lisan jumlahnya
berkurang yaitu dari 14 orang pada siklus I (dengan peserta tes 30 orang)
menjadi 7 orang pada siklus II (dengan peserta tes 30 orang). Dengan kata lain,
siswa yang tuntas pada siklus II berjumlah 23 orang, belum tuntas 7 orang
Dengan
demikian, ketuntasan belajar secara klasikal dapat dihitung dengan menggunakan
rumus berikut.
Banyaknya siswa yang
mendapat nilai > 75 (KKM)
Ketuntasan Belajar = ----------------------------------------------------
x 100%
Banyak siswa yang ikut tes
23
= ------
x 100%
30
= 0.76.66 x 100%
= 76.66%
Jumlah nilai seluruh siswa 2315. Rata-rata kelas dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
X = 

= 2315/30
= 77.16
Keterangan :
X = rata-rata kelas
Ã¥X = jumlah nilai seluruh siswa
N = banyaknya siswa yang memiliki nilai itu
Selanjutnya daya scrap
siswa dapat dihitung dengan rumus berikut.
DS =
x 100%

= 77.16/100 x 100%
= 77.16%
Keterangan :
DS = daya serap

Rekapitulasi perolehan nilai siswa
disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 5.
Data Kemampuan Siswa Melaporkan Peristiwa secara
Lisan pada
Siklus II
No
|
Nama Siswa
|
Nilai
|
1
|
Adnan Fadrul
|
80
|
2
|
Agis Apriendi Pasaribu
|
70
|
3
|
Agustina
|
85
|
4
|
Aldi
|
85
|
5
|
Ardila
|
85
|
6
|
DesiChintya Tresia Appu
|
85
|
7
|
Doni Setia Budi
|
80
|
8
|
Irwandana Mahendra
|
70
|
9
|
Masito Simamora
|
80
|
10
|
Neli Novita
|
85
|
11
|
Panggu May
|
85
|
12
|
Putriani
|
85
|
13
|
Raja Toga
|
80
|
14
|
Riko Prasena
|
70
|
15
|
Riswanda Parlindungan
|
70
|
16
|
Rita Handayani
|
85
|
17
|
Shafina
|
80
|
18
|
Sinta Devi
|
90
|
19
|
Sri Widya Astuti
|
90
|
20
|
Thomas Clinton
|
80
|
21
|
Wifelva Aryanora
|
85
|
22
|
Windi Falencia
|
85
|
23
|
Yani Sugianti
|
90
|
24
|
Yeni Paramitha
|
90
|
25
|
Alwinda Permata Uli
|
85
|
26
|
Alexander Purba
|
75
|
27
|
Andika Riko
|
80
|
28
|
Hendri syahputra
|
80
|
29
|
Iwan Gunawan
|
80
|
30
|
Joni Manurung
|
80
|
Jumlah
|
2450
|
|
Rata-Rata
|
81.66
|
|
Nilai Tertinggi
|
90
|
|
Nilai Terendah
|
70
|
|
KKM
|
75
|
|
% Ketuntasan
|
86.66
|
3. Refleksi I
Berdasarkan
hasil analisis data diadakan refleksi. Oleh karena hasil yang diperoleh dari
pelaksanaan tindakan siklus II ini sudah menunjukkan peningkatan dibandingkan
dengan siklus I baik dari segi proses maupun hasil tes akhir, serta siswa yang
tuntas secara kiasikai sudah 26 orang (sudah 86.66 %), artinya sudah melebihi kriteria
keberhasilan (65 %), di samping itu semua permasalahan yang dikemukakan pada
awal penelitian ini sudah terjawab, maka pada saat refleksi diputuskan
penelitian ini diakhiri.
2.Pembahasan
Pada
pembahasan ini sejumlah temuan yang dianggap menonjol dari kedua siklus akan
dibahas. Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam bab IV: Hasil Penelitian dan
Pembahasan, sejumlah temuan yang dianggap menonjol adalah yang berikut ini.
1)
penerapan strategi PBAS dengan penggunaan
media gambar - dalam hal ini media gambar berseri - pada pembelajaran berbicara
membuat siswa lebih termotivasi dan tertarik minatnya untuk belajar, sekaligus
memberikan pengetahuan topik serta struktur wacana yang membuat isi laporan
siswa menjadi Iebih lengkap/detil dengan penyampaian yang lebih lancar, lebih
runtut/sistematis.
2)
Tanya jawab tentang bagian-bagian gambar
dan pokok-pokok peristiwa pada gambar dengan pertanyaan-pertanyaan/pernyataan
pemandu dari guru selain memicu tumbuhnya aktivitas siswa selama proses
pembelajaran (baik aktivitas fisik maupun intelektual), juga membuat tingkat
penguasaan siswa terhadap gambar sebagai topik laporan menjadi seraakin
memadai. Kondisi itu mengantarkan mereka menuju pada kemampuan yang lebih baik
da lam mengkomunikasikan gambar.
3)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membawa catatan pokok-pokok peristiwa pada gambar ketika unjuk kerja di depan
kelas membuat laporan siswa lebih berkualitas dari segi kelancaran penyampaian,
keruntutan gagasan, dan kelengkapan ide yang dilaporkan.
Digunakannya
media gambar - gambar berseri - sebagai acuan siswa dalam menyampaikan laporan
peristiwa telah membuat kualitas laporan siswa lebih bagus terutama dari segi
kelengkapan, kelancaran, dan keruntutan gagasan. Tahapan-tahapan gambar atau
rangkaian gambar membuat siswa lebih mudah dalam memulai dan mengakhiri
pembicaraan serta membuat pembicaraan siswa menjadi lebih sistematis, ada
kaitan antara aiinea satu dengan alinea yang lain sebab siswa melihat hubungan
antara gambar yang satu dengan gambar berikutnya. Selain itu, tanya jawab tentang bagian-bagian gambar dan
pokok-pokok peristiwa pada gambar di mana topik gambar dipilih guru yang dekat
dengan kehidupan nyata siswa telah meningkatkan penguasaan siswa terhadap
gambar sebagai topik laporan yang akhirnya berefek pada peningkatan hasii
belajarnya.
Di
samping itu, pertanyaan-pertanyaan/pernyataan yang diajukan guru merupakan
suatu stimulus yang membangun respons siswa. Dengan pertanyaan-pertanyaan itu
guru berhasil memancing munculnya interaksi antara guru dengan siswa atau
antarsiswa secara maksitnal, sehingga kelas menjadi hidup, siswa dapat
diberdayakan secara aktif baik fisik maupun intelektualnya sehingga proses
pembelajaran menjadi lebih berkualitas sekaligus bermakna bagi siswa, dan siswa
mencapai kepuasan diri. Menurut Sudjana, Nana kualitas proses pembelajaran
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar selain
faktor kemampuan siswa (2005:40-41).
Jadi,
melalui strategi bertanya ini guru membelajarkan siswanya. Dengan bertanya guru
mengemas pembelajaran sehingga lebih bermakna bagi siswa. Dengan bertanya baik
pertanyaan bersumber dari guru atau dari siswa telah membuat siswa aktif dan
bergairah belajar. Ini berartt, pembelajaran yang dikelola guru telah
mencerminkan pembelajaran berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning). Sebagaimana
dikatakan bahwa banyak faktor yang menjadi penentu mutu lulusan, salah satunya
adalah bagaimana guru membelajarkan siswanya. Untuk hal-hal sulit strategi
belajar amatlah penting (Suastana, 2007:2).
Pemodelan
dalam sebuah pembelajaran keterampilan artinya ada model yang dapat diamati dan
ditiru siswa. Dalam pemodelan ini siswa yang menjadi "contoh/model"
mendemonstrasikan kemampuannya melaporkan peristiwa secara lisan di depan kelas
dan siswa lain mengamati. Dari pengamatan ini akan diperoleh contoh konkret
sebagai perbandingan atau bahkan dapat ditiru siswa lain bagaimana caranya
berujar, bagaimana ekspresi dan gerak tubuh yang sesuai dan mendukung
penyampaian laporan dari aspek nonkebahasaan.
Namun,
hasil belajar yang secara umum sudah meningkat ini bahkan peningkatannya di
luar dugaan peneliti ternyata pada beberapa siswa masih menyisakan persoalan
yang memerlukan perhatian khusus. Yang dimaksud adalah terdapat siswa yang
nilainya dari siklus I sampai siklus II tetap di bawah ketuntasan minimal.
Selain itu, faktor kemampuan akademik, situasi dan kondisi fisik saat belajar
turut berpengaruh terhadap hasil belajar siswa (Sudjana, Nana : 2005: 39). Ini
artinya secara umum penggunaan media gambar yang diikuti dengan strategi
tertentu (strategi PBAS) sudah efektif untuk meningkatkan kemampuan berbicara
siswa kelas IX/A SMP Negeri 12 Mandau,
tetapi bagi siswa dengan kondisi tertentu pengaruh penggunaan media ini belum
begitu maksimal. Siswa yang seperti itu ditangani dengan pendekatan dan
bimbingan khusus lewat remedi.
E. PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan
sajian hasil yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan siklus I dan II beserta
analisis dan pembahasannya dapat ditarik simpulan berikut ini.
1. Penerapan strategi PBAS dengan penggunaan
media gambar dengan topik yang diminati siswa dapat meningkatkan hasil belajar
bahasa Indonesia khususnya pada aspek keterampilan berbicara -melaporkan
peristiwa secara lisan - di kelas IX/A
SMP Negeri 12 Mandau. Hal itu terbukti dari 30 orang siswa yang hadir
pada pelaksanaan tes akhir siklus II, siswa yang tuntas jumlahnya meningkat
yaitu 26 siswa atau 86.66%
2. Penggunaan media gambar dalam proses
pembelajaran berbicara dapat meningkatkan daya serap siswa sebesar 81.66 %.
2.Saran
Berpedoman
pada simpulan di atas dapat disampaikan saran dalam penelitian ini sebagai
berikut
1.
Agar rekan guru bahasa Indonesia
mencobakan hasil penelitian ini sebagai salah satu alternatif untuk
meningkatkan kemampuan siswa berbicara khususnya melaporkan peristiwa secara
lisan.
2.
Mengingat bahwa topik gambar juga
memainkan peranan daiam menunjang efektivitas penggunaan gambar sebagai media
pembelajaran/pendidikan maka disarankan agar pemilihan dan penetapan gambar
dilakukan secara hati-hati, dengan mempertimbangkan Kompetensi Dasar, tingkat
pendidikan, kematangan siswa, minat siswa, dan tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
BSNP. 2006. SK
dan KD Bahasa dan Sastra Indonesia SMP/MTs. Jakarta: BSNP.
BSNP.
2007. Model Penilaian Kelas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:
CV Timur Putra Mandiri.
........
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa dan Sastra Indonesia Buku2. Jakarta:
Depdiknas.
........
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
2005. Materi Pelatihan Terintegras Bahasa dan Sastra Indonesa Buku 3. Jakarta:
Depdiknas.
Danim, Sudarwan. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Depdiknas.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa dan Sastra Indonesia Buku I. Jakarta:
Depdiknas.
Dryden,
Gordon dan Dr. Jeannette Vos. 2003. Revolusi Cora Belajar. The
Learning Revolution. Bagian
I. Belajar Akan Efektif kalau Anda dalam Keadaan Fun. Bandung: Kaiffa.
Keraf,
Gorys. 1995. Eksposisi. Jakarta: PT Gramedia.
Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Purwanto, Ngalim.2013. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Purwo,
Bambang Kaswanti. 1997. Pokok-pokok Pengajaran Bahasa dan Kurikulum 1994 :
Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembukuan Depdikbud.
Romli,
Asep Syamsul M. 2003. Lincah Menulis Pandai Berbicara: Panduan Ringkas
Menulis Artikel dan Teknik Berpidato di Depan Umum. Bandung: Nuansa Cendekia.
Sudiatmika, I Wayan. 2004. Penerapan Pendekatan
Kontekstual dengan Model Pembelajaran Langsung dalam Pembelajaran Kalor sebagai
Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas IIA SMP Negeri 3
Singaraja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas
Pendidikan MIPA IKIP Negeri Singaraja.
Sudjana,
Nana. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Suharsimi
Arikunto dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suharsimi
Arikunto. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Suparlan. 2006. Guru Sebagai
Profesi. Yogyakarta: Hikayat
Puslishing.
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Suryabrata, Sumadi. 2013. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: Raja Grafindo Persada.
Wahono, dan Rusmiyanto. 2007. Kreatif
Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Ganeca
Exact.
Wibowo, Teguh dkk. 2005. Bahasa dan
Sastra Indonesia 3 untuk SMP kelas IX. Bandung: Acarya Media Utama.
Wina Sanjaya.2013. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Wisudariani, Ni Made Rai. 2008. Efektivitas
Masyarakat Belajar (Learning Community) dalam Wujud Diskusi Kelompok Kecil
untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIII A SMP Negeri
Penebel. Tugas Akhir (Tidak Diterbitkan). Jurusan Pendidikan
Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah. Fakultas Bahasa dan Seni Undiksha
Singaraja.
2 Komentar
Ulasannya sangat lengkap dan sangat bermanfaat sekali..
BalasHapusTerima kasih atas apresiasinya... Semoga bermanfaat..
Hapus