Bun,
bisakan jemput raport Ica besok?? Kata-kata itu selalu mencul dari anak
pertamaku Dysha tiap akhir semester. Maklum selama dia belajar di bangku
Sekolah Dasar (SD) jarang sekali aku bisa mengambil rapotnya. Kadang si Ayah
meminta izin dari tempat kerjanya jika memungkinkan. Kadang raport kakak Dysha
aku ambil ke rumah wali kelasnya.
Kenapa
bisa begitu??
Tak
punya waktukah aku untuk anak gadisku itu???
Tidak.
Selama
aku mengajar. Mulai dari tahun 2004 aku selalu dipercaya untuk menjadi wali
kelas. Tau ya, tugas wali kelas tidak bisa digantikan. Setiap pembagian raport
atau hasil penilaian semester, sekolah selalu mengundang orang tua siswa untuk
mengambil raport. Wali kelas dianggap orang yang paling mengenal karakteristik
siswa di kelasnya sehingga diharapkan bisa memberikan penjelasan kepada orang
tua siswa.
Wali
kelas lah yang akan berhadapan langsung dengan orang tua siswa yang diundang di
sekolah. Wali kelas juga menyampaikan perkembangan belajar siswa. Wali kelas
akan menyampaikan kendala yang dihadapi anak selama belajar di sekolah.
Hal
itulah yang menyebabkan aku jarang sekali mengambil raport di sekolah Dysha
tepat waktu. Kadang anak gadis itupun kecewa karena orang tuanya tidak datang
saat menemani mengambil hadiah. Pernah suatu kali aku bisa menghadiri acara
pengambilan raport tersebut karena adanya perbedaan hari pembagian raport di SD
dengan SMP. Bukan kepalang girang hatinya. Mantap jiwaaa…
Saat
itu, sekolah masih memakai kurikulum KTSP. Rangking di raport masih ditulis. Biasanya
diumumkan peringkat kelas di lapangan sekolah. Orang tuapun ikut dipanggil
mendampingi juara kelas. Ada kebanggaan tersendiri bagi orang tua yang
dipanggil untuk mendapatkan penghargaan dari sekolah atas usaha peserta didik
selama satu semester. Aku juga merasakan hal itu.
Berbangga
hati???
Pastinya
setiap orang tua sangat bangga atas keberhasilan putra putrid mereka. Lantas bagaimana
dengan anak yang belum mendapatkan peringkat terbaik di kelasnya? Sedihkah mereka?
Sebagian anak mungkin ada yang sedih dan sebagian lagi mungkin ada yang tidak
peduli.
Sudah
menjadi kebiasaan para orang tua selalu mengetahui rangking raport anaknya. Termasuk
aku. Bagiku rangking adalah salah satu cara untuk meningkatkan motivasi belajar
anak. Misalnya si anak sekarang mendapat
rangking satu, otomatis dia akan berusaha untuk mempertahankannya dengan cara
belajar yang perlu ditingkatkan lagi.
Lantas
bagaimana dengan rangking pada kurikulum 2013???
Ini
yang menjadi perbincangan hangat pada dunia pendidikan. Ada yang masih menginginkan
adanya rangking di raport ada juga yang
tidak setuju dituliskan. Anggapan bahwa rangking bukan saja merugikan anak-anak
yang berada di urutan bawah namun juga
berisiko bagi siswa di urutan atas karena menciptakan beban mental.
Ada
sekolah yang tidak menuliskan rangking dan ada juga yang masih menuliskannya. Termasuk
di sekolah aku sendiri. dalam kurikulum 2013 memang tidak menganggap penting
rangking. Namun sebagian orang tua dan guru masih menganggap perlu.
Lalu,
bagaimana cara mengajarkan sikap kompetitif kepada anak?
Apakah
semua orang tua sudah paham penilaian deskriptif yang ada di raport??
Kadang
justru yang diinginkan orang tua dan selalu ditanyakan, “rangking berapa anak
saya”?
Begitulah
situasi yang terjadi di sekolah-sekolah. Terutama sekolah yang terletak di
daerah. Di sini rangking kita gunakan bukan untuk menghakimi anak yang belum
dapat rangking di kelasnya. Rangking di sini adalah salah satu penghargaan
terhadap perkembangan belajar anak. Tujuannya adalah agar adanya perubahan yang
baik dan cepat dan juga memberikan kesempatan kepada yang lain untuk meraihnya.
Oleh sebab itu, kita sebagai guru juga bisa memberikan rangking berdasarkan hal
berikut.
Peringkat
kelas pertama yang menjadi pertimbangan adalah karakter sisiwa. Dalam kurikulum
2013, karakter adalah hal yang menjadi prioritas. Kita sebagai guru dan orang
tua harus membanggakan anak yang bersikap dan berkarakter baik dibanding hanya
bangga akan nilai yang tinggi. Kalau kita hanya bangga akan nilai yang tinggi
bisa saja akan berlomba-lomba untuk mendapatkan nilai tinggi.
Jangan
sampai anak hanya mengejar nilai tinggi dengan cara yang tidak baik. Dalam hal
ini kita (guru dan orang tua ) harus peka terhadap perilaku anak kita.
Dalam
kurikulum 2013, anak-anak dianggap memiliki kelebihan dan kekurangan yang
masing-masing tidak dapat
dibanding-bandingkan satu sama lainnya.
Ada
anak yang menonjol di bidang bahasa, ada yang menonjol di bidang sains, ada
juga yang lebih suka di bidang olah raga atau seni. Oleh sebab itu guru bidang
studi bisa memberikan rangking pada mat pelajaran yang diampunya.
Ada
beberapa sekolah yang sudah melakukan hal ini. Contohnya di sekolah anakku. Disamping
ada rangking berdasarkan gabungan semua bidang studi, ada juga peringkat di
bidang atau ketegori tertentu.
Mudah-mudahan
dengan cara ini kita lebih cepat mengetahui kemampuan dan bakat peserta didik.
Inovasi
dan kreativitas sangat dibutuhkan saat ini, apalagi di masa yang akan datang. Sebaiknya
kita juga memperhatikan inovasi dan kreativitas peserta didik. Orang-orang yang
kreatif dan selalu berinovasi yang akan mampu bersaing untuk 10 tahun yang akan
datang.
Harapan
kita ke depan
Apapun
yang kita lakukan sekarang ini tujuannya adalah demi kebaikan siswa kita. Ada atau
tidak ada pun rangking di raport semangat terus berjuang. Tak perlu hal ini
menjadi persoalan serius. Sebab rangking dan nilai bukan jaminan untuk sukses.
Seperti
yang dituliskan oleh Prof. Agus Budiyono
Ada
tiga hal yang tidak terlalu berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang yaitu,
NEM, IPK, dan Rangking. Kemudian pendapatnya didukung oleh riset Thomas J.
Stanley yang memetakan 100 faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan
seseorang. NEM, IPK, dan Rangking berada pada urutan ke-30.
Lalu
apa saja faktor yang menentukan kesuksesan seseorang??
1 . Kejujuran
2 . Disiplin
3 . Mudah
bergaul
4 . Dukungan
pendamping
5 . Kerja
keras
6 . Kecintaan
pada yang dikerjakan
7 . Kepemimpinan
8 . Kepribadian
kompetitif
9 . Hidup
teratur
10. Kemampuan
menjual ide
Dalam
kurikulum, semua ini dikategorikan sebagai Softskill yang diperoleh melalui
kegiatan ekstra kurikuler.
Mengejar
kecerdasan akademik semata hanya akan menjerumuskan diri.
Menurut
hematku, biasanya anak yang mendapatkan rangking telah menerapkan hal di atas,
anak terbaik di kelasnya sudah pasti mempunyai sikap disiplin, kerja keras,
kepribadian kompetitif, dan hidup teratur.
Betul
tidak???
Selanjutnya
kita serahkan kepada pemangku kebijakan.
Selamat
berlibur.
6 Komentar
makasih sharingnya, anak juag hrs diajarkan kompetitif dan juga hrs diajarkan kalau gagal. jaman skrg banyak loh anak yag gak mau nerima kalau dia gagal
BalasHapusSama-sama, rangking adalah bagian dari penghargaan buat anak yang sudah berjuang selama satu semester
HapusMenurut saya sih tidak perlu, karena setiap anak memiliki potensi yang berbeda-beda
BalasHapusTerima kasih atas masukannya bapak/ibu, semoga ke depannya kita memang mengambil keputusan untuk kepentingan semua siswa..
Hapuskami sebagai ortu tidak bisa di nilai dari ranking karena anak mempunyai potensi di bidang bidangnya...
BalasHapusBener sekali pak/buk,masing-masing anak punya keunikan dan kelebihan yang tidak pernah bisa dibanding -bandingkan. Terima kasih atas masukan dan apresiasinya.
Hapus